LOVE AT A COFFEE SHOP #5

Cast:
 Tiffany
 Siwon

Other Cast:
 SNSD members
 Super Junior members
 Ye Jin

Author: Park Ye Lin/ tatabrigita01

~JESSICA’S POV~

Ugh! Mana sih dia?

Aku menelpon ponselnya berkali-kali. Tidak dijawab. Apa yang sedang dilakukan Tiffany sehingga membuatnya datang terlambat?

“Sudahlah, aku shopping sendiri saja!” gerutuku kesal, lalu berbalik arah menuju department store. Tepat ketika aku bertatapan dengan Heechul.

Heechul nyengir. “Yeoja-chingu-ku!” Dia langsung memelukku.

Aku terkejut. “Oppa, bukannya oppa ada janji bermain basket dengan teman-temanmu?”

“Batal. Ada yang tidak bisa datang,” kata Heechul, lalu melepas pelukan. “Waeyo? Kenapa kau kelihatan kesal? Apakah terjadi sesuatu?”

Aku mendengus. “Tiffany tidak datang untuk menemaniku shopping! Padahal dia sudah berjanji. Kutelpon berkali-kali pun tidak dijawabnya.”

Heechul hanya tersenyum dan merangkulku. “Kajja. Aku yang akan menemanimu shopping.”

“Bagaimana dengan Tiffany?”

“Mungkin dia sedang bersama Siwon.”

“Ne, kau benar. Kajja!” Kami berdua pergi ke department store.

***

~TIFFANY’S POV~

Tidak ada sinyal!

Aku mengguncang-guncangkan ponselku, kesal. Aku tak bisa menelpon, mengirim SMS, atau mengabari orang lain dengan cara apa pun. Jessica pasti sedih bahwa aku mengecewakannya. Tapi, bagaimana aku bisa keluar dari sini?

Aku memutuskan untuk duduk merapat di dinding, menghangatkan diriku. Tapi, punggungku yang bersentuhan dengan dinding justru terasa seperti disentuh es. Sama saja, dinding dan lantai dingin sekali.

Aku menggosok-gosokkan kedua telapak tanganku, supaya kedua tanganku tetap hangat. Semakin lama, suhu di ruangan ini semakin dingin. Bagaimana aku bisa keluar? Aku sudah mencoba mendobrak pintu itu, tapi sia-sia. Pintu itu kedap suara, dan pasti terbuat dari berlapis-lapis logam. Aku memeluk kedua lenganku.

“Tuhan, jangan biarkan aku mati di sini… Tidak setelah Siwon selamat…” bisikku.

***

~SIWON’S POV~

Mengapa Tiffany tidak bisa dihubungi?

Aku menelponnya berkali-kali, bahkan mengiriminya puluhan SMS. Tidak ada satu pun yang dibalas. Apakah dia membenciku? Tapi apa yang kulakukan? Aku memutuskan untuk menelpon Jessica.

“Annyeonghaseyo?” Terdengar suara Jessica dari seberang telpon.

“Annyeong, Sica-ah! Apa kau bersama Tiffany sekarang?” tanyaku.

Sayangnya, Jessica tidak mengiyakan. “Aniyo. Aku sudah mencoba menelponnya. Tidak diangkat oleh Tiffany. Kukira dia bersamamu!” Nada suara Jessica berubah khawatir.

“Aniyo! Aku baru saja mengikuti kelas-kelas tambahan. Aku akan menelpon Ye Jin noona,” kataku, menutup telpon, dan menekan nomor Ye Jin. “Annyeonghaseyo? Ye Jin noona?”

Ye Jin kedengaran ceria. “Annyeong, Siwon-ah! Tumben sekali kau menelponku. Seharusnya kau menghabiskan waktu bersama Tiffany.”

“Itu masalahnya, noona. Tiffany tidak bisa kutelpon. Dia tidak mengangkatnya. Aku tidak tahu di mana dia. Begitu juga Sica. Apa noona tahu di mana Fany sekarang?” tanyaku cemas.

Ye Jin juga kedengaran panik. “Mwo? Fany? Tapi… kukira dia langsung pulang! Aigoo, di mana dia kira-kira berada?”

“Aku akan mencoba menghubungi Hyoyeon dan Yesung. Mungkin Fany berada di coffee shop,” ujarku. Setelah telpon ditutup, aku menghubungi mereka berdua. Mereka tidak melihat Tiffany sama sekali. Dia tidak bekerja di coffee shop hari ini.

Segera, aku naik taksi untuk mencari Tiffany. Otakku mulai berputar, memikirkan tempat-tempat yang bisa didatangi Tiffany. Lalu langsung muncul di benakku: rumah eomma. Tiffany pasti merasa bersalah dan meminta maaf padanya! Tapi eomma bisa menyakiti Tiffany. Aku segera menyuruh supir taksi untuk pergi ke alamat rumah eomma.

Di rumah eomma, aku memasukinya cepat-cepat, meneriakkan nama Tiffany. Tapi eomma, Yuri, dan Eunhyuk muncul dari ruang keluarga, dengan ekspresi kebingungan. “Siwon-ah, untuk apa kau meneriakkan nama yeoja kampungan itu di sini?” bentak eomma.

“Eomma, Tiffany tidak ada di mana pun!” kataku. Sekilas, aku melihat senyuman di wajah Yuri. Perhatianku teralih.

Aku berjalan menghampiri Yuri. “Kau tahu di mana dia, bukan?”

Yuri segera menggeleng. “Aniyo!”

“Mengaku sajalah!” desakku, berteriak.

“Siwon-ah! Apa-apaan kau, meneriaki tunanganmu sendiri?” tegur eomma.

Aku menghela napas. “Eomma, aku tidak bertunangan dengannya! Aku hanya mencintai Tiffany! Dan Yuri jelas tahu di mana dia berada!”

Yuri menggeleng dan menatap eomma-ku, meminta pengampunan (?). “Aku tidak tahu di mana dia!” kata Yuri. “Jangan menyalahkanku! Aku tidak melakukan apa-apa!” Dia berlari menjauh.

Eomma menatapku kesal. “Kau membuatnya sedih! Meminta maaflah padanya!”

“Bila dia benar-benar mengurung Tiffany, untuk apa aku meminta maaf padanya?” sahutku. Aku berlari keluar rumah, hendak pergi lagi mencari Tiffany, hingga aku melihat Yuri, sedang berbicara dengan seorang pria besar dan kuat di depan sebuah mobil van putih. Aku tidak menghampirinya, tapi aku bersembunyi dan sengaja memotret plat mobil itu dengan ponselku.

Aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Tapi, Yuri berjalan memasuki rumah setelahnya, dan pria itu memasuki van-nya. Buru-buru aku menyelinap ke salah satu mobil yang dimiliki keluargaku dan mengikuti van itu.

***

~TIFFANY’S POV~

Segalanya terasa kabur. Kepalaku berdenyut-denyut sakit. Detak jantungku melambat.

Tuhan, apakah waktuku sudah habis di sini?

“Jebal… Tuhan, jangan sakiti Siwon seperti ini…” bisikku amat sangat pelan. Gigi-gigiku bergemeletukan. Aku memejamkan mata, tapi aku ingat dan membukanya lebar-lebar. Bisa saja aku jatuh tertidur dan mati di tidurku.

Aku menghela napas. Kakiku terasa kaku. Sepertinya kakiku sudah membeku. Aku tak bisa merasakan satu pun titik panas di tubuhku. Seperti inikah maut menjemputku?

***

~SIWON’S POV~

Mau ke mana pria itu? Aku sudah menyetir hampir seharian, mengikuti van itu. Aku mulai yakin bahwa pria ini benar-benar akan menuntunku ke Tiffany. Aku pun menelpon Yesung. “Yeobosoyo?” tanya Yesung.

“Hyung, aku ingin kau mencari tahu soal pemilik plat mobil ***** Jebal, hyung. Mungkin pemiliknya memiliki kaitan dengan Tiffany,” kataku.

Yesung mengiyakan. “Tunggu sebentar, Wonnie. Ah, ya! Pemilik van itu adalah Lee Xiang, mantan tentara dari Cina. Dia pemilik van itu, tapi ada yang aneh, Wonnie. Van itu justru terdaftar secara resmi dengan nama Kwon Yuri.”

JLEB.

Yuri? Jadi benar! Benar, Yuri-lah yang mencelakai Tiffany!

“Hyung, tolong lacak GPS van itu. Sekarang!” kataku mendesak.

“Ne, ne! Dia sedang menuju Warehouse 16. Itu semacam gudang di Incheon.”

Aku menganggukkan kepala, walau Yesung tak bisa melihatnya. “Ada apa di dalam Warehouse 16?”

“Ruang es. Semacam ruangan besar berisi es dan salju dan semacamnya. Suhunya jauh di bawah titik 0 derajat Celcius. Hanya itu saja yang kudapat,” jelas Yesung. “Wonnie, menurutmu Lee Xiang ini ada kaitannya dengan Tiffany yang menghilang?”

“Sepertinya. Aku baru saja melihat pria itu berbicara dengan Yuri tadi.”

“Mwo?! Kau mengikuti Lee Xiang?!”

“Ne.”

“Wonnie, dia pria yang berbahaya! Dia tentara yang hebat, menguasai berbagai macam seni bela diri… Kau bisa terluka!”

Aku menarik napas. “Tapi pria ini—atau Yuri—pasti menyekap Tiffany! Hyung, kalau kau mau, kau bisa datang ke Incheon sekarang juga. Aku takkan mencegatmu bila kau tidak ingin datang. Yang penting, aku melakukan ini semua demi Tiffany.”

Yesung akhirnya setuju. “Ne. Aku, Hyoyeon, dan Heechul akan ke sana. Mungkin Heechul juga akan mengajak Jessica.”

“Arraseo.” Aku menutup telpon dan melanjutkan mengikuti van milik si Lee Xiang ini. Akhirnya kulihat van itu berhenti di sebuah bangunan yang kelihatan gelap. Apalagi hari sudah malam. Aku membaca sebuah plat hitam di bagian atas bangunan: WAREHOUSE 16.

Pintu van terbuka dan aku melihat pria besar yang pastinya bernama Lee Xiang itu keluar, memasuki gudang. Dia sama sekali tidak menyadari keberadaan mobilku. Aku segera menelpon Yesung. “Hyung, di mana kau?”

“Aku sudah melihat mobilmu!” kata Yesung ceria. “Dan si Lee Xiang baru saja turun dari van putih itu, kan?”

Aku membalikkan badan. Ternyata, Yesung sudah memarkir mobil SUV hitamnya di belakang mobilku. Lewat jendela kaca, aku bisa melihatnya duduk di kursi pengemudi, dengan Hyoyeon di kursi penumpang, dan Heechul serta Jessica di kursi belakang.

“Hyung, jangan-jangan Tiffany berada di sini,” kataku lewat telpon.

“Mungkin saja. Ayo, kita semua turun, pelan-pelan.”

Aku menutup telpon dan hendak membuka pintu, tepat ketika aku mendengar jeritan seorang yeoja dari dalam Warehouse 16.

***

~TIFFANY’S POV~

Tanganku mati rasa, tapi aku masih mengusahakan agar mataku tetap terbuka.

Tahu-tahu, pintu garasi itu setengah terbuka. Aku bisa merasakan hangatnya udara luar. Aku membungkuk ke arah pintu itu, merasakan angin yang hangat mencairkan (?) es di kakiku. Tapi pintu garasi itu mendadak tertutup rapat lagi dan aku kembali mati rasa.

Di depanku sudah ada seorang pria. Aku mengingatnya sebagai pria yang menyeretku ke tempat ini. Aku membuka mulutku, tapi tak ada suara yang keluar. Aku terlalu kedinginan sehingga tidak bisa bicara.

“Nona Kwon memintaku untuk menghabisimu,” kata pria itu dengan suaranya yang berat.

Aku menggeleng. “J-J-Jebal… Ampuni aku…”

“Tutup mulutmu. Aku takkan terbujuk permintaanmu,” kata pria itu, lalu mengeluarkan sebuah pisau dari saku celananya. Aku menahan diri untuk tidak menjerit. Tapi pria itu menarikku agar berdiri tegak. Kakiku terasa lemas dan aku tidak bisa berdiri dengan benar. Pria itu lalu menggores (?) tanganku dengan pisaunya. Aku menjerit.

Darah bercucuran di lengan kananku. Pria itu kemudian melemparku seenaknya, kembali ke lantai berlapis es. Aku mengerang kesakitan, dan penglihatanku yang sedikit kabur melihat pintu setengah terbuka dan pria itu menyelinap keluar, meninggalkanku sendirian.

***

~SIWON’S POV~

Jeritan itu. Itu sudah pasti jeritan Tiffany. Tanpa pikir panjang aku berlari keluar mobil, memasuki gudang. Sepi. Gelap. Tapi kemudian aku melihat secercah cahaya. Sebuah pintu yang mirip pintu garasi terbuka sebagian, menampakkan semacam ruangan biru. Lee Xiang menyelinap keluar dari situ, tapi sesuatu—atau lebih tepatnya seseorang—di ruangan itu lebih menarik perhatianku.

“TIFFANY!” teriakku.

Lee Xiang tidak menyadari keberadaanku, tapi begitu aku berteriak, kulihat dia menoleh ke arahku dan berjalan mendekatiku, pisau tergenggam di tangannya. Aku berlari menghindar, tapi Lee Xiang sudah roboh duluan. Pria itu terjatuh ke tanah, dan Heechul berdiri di belakangnya, tangannya terangkat. Ternyata Heechul memukul kepala Lee Xiang hingga pingsan!

Jessica, yang berdiri di sampingnya, tersenyum penuh kekaguman. “Wow, oppa! Oppa hebat sekali… oppa bisa menaklukkan preman…” puji Jessica bertubi-tubi.

Aku mengabaikan mereka berdua dan berlari memasuki ruangan yang tadi ditinggali Lee Xiang. Suhu ruangan itu amat dingin. Ini pastilah ruangan es yang dimaksud Yesung. Setelah menyesuaikan penglihatanku, aku melihat seorang yeoja terduduk lemas di lantai berlapis es, lengan kanannya bersimbah darah.

“Fany-ah!” Aku langsung berlari ke arahnya. Aku mengguncang-guncang tubuhnya, tapi kulihat lengannya. Buru-buru kulepaskan jaketku dan kuikat di lengan Tiffany, menjadikan jaketku semacam perban tebal. Setelah membebat (?) lengan Tiffany, aku mengguncangnya lagi, tapi dia tak kunjung sadar.

“YEOBO!”

***

~TIFFANY’S POV~

Di mana aku?

Kepalaku terasa berat sekali. Berputar-putar. Aku ingin menjerit saking sakitnya, tapi membuka mulutku pun sepertinya membutuhkan segenap tenagaku.

Pelan-pelan, aku membuka mata.

Pandanganku tidak langsung fokus. Semuanya kabur. Aku rasa seluruh panca indraku memang tidak berfungsi dengan baik. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, hingga mataku berhasil menyesuaikan diri dengan pencahayaan di ruangan itu.

Ruangan itu berwarna biru muda, dengan langit-langit berwarna putih seperti awan. Aku sadar bahwa aku sedang berada di ranjang. Mengenakan semacam gaun kelabu. Aku menatap sekeliling dan terkejut melihat tiang-tiang infus berdiri di samping ranjangku. Apalagi melihat ujungnya terhubung ke pergelangan tanganku.

Aku menyandarkan diri di tumpukan bantal di belakangku. Bantal yang empuk dan berbau harum. Baunya mirip permen. Aku menyadari hal itu dan merasa perutku berbunyi. Aku lapar.

Pintu kaca terbuka. Seorang ahjussi masuk. Dia tersenyum ke arahku dan duduk di sebelah ranjangku. Aku membalas senyumnya, walau aku tak tahu siapa dia.

“Aggeshi baik-baik saja?” tanya ahjussi.

Aku mengangkat bahu. Bahuku juga terasa sakit akibat gerakan singkatku itu. “Entahlah. Apa yang baru saja terjadi? Di mana aku?” Aku balas bertanya dengan lancar.

Ahjussi itu masih memasang senyumnya. “Kau di rumah sakit. Di kamar perawatan. Kau baru saja terkurung di ruang es di Incheon selama lebih dari 6 jam. Tidak makan, tidak minum. Kondisimu sangat parah.”

“Apa aku sudah mati?”
Ahjussi itu tertawa mendengar perkataanku, tapi aku tidak menganggapnya lucu. Bisa saja ahjussi itu terbang dari tanah dan menjadi malaikat mautku (ngaco mode on)

“Aniyo, kau masih hidup. Untung namja-chingu-mu membawamu ke sini tepat pada waktunya. Kau sempat menderita kekurangan darah karena lenganmu disayat, dan suhu tubuhmu yang dingin sekali membuat kami sulit menyelamatkan nyawamu. Tapi akhirnya kami bisa mengobatimu. Kau baik-baik saja sekarang,” papar si ahjussi.

Namja-chingu?

“Maksud ahjussi, Siwon oppa yang membawa saya ke sini?!” tanyaku bersemangat.

Siwon oppa menyelamatkanku! Aku masih bisa melihat Siwon oppa! Mana dia? Aku tak sabar ingin bertemu dengannya, memeluknya, menumpahkan perasaanku padanya dengan kata-kataku…

“Ne. Dia berada diluar sekarang bersama beberapa orang lain,” jawab ahjussi.

Aku mengangguk. “Aku ingin bertemu dengan Siwon oppa.”

“Aggeshi, kondisi Anda belum fit.”

“Tapi… aku sudah merasa lebih baik. Aku sudah bisa berbicara, penglihatanku sudah fokus, meski kepalaku masih agak sakit,” kataku.

Ahjussi itu mengangguk. “Temperatur ruangan itu berpengaruh pada saraf-sarafmu. Sarafmu agak lemah dan kau harus banyak beristirahat, banyak makan, dan jangan berbicara terlalu banyak.” Ahjussi bersiap-siap meninggalkan ruangan ketika aku mencegatnya.

“Tapi hanya Siwon oppa yang bisa membuatku lebih baik.”

Ahjussi itu berbalik. Dia menimbang-nimbang sejenak. “Arraseo. Aku akan memanggil namja-chingu-mu, tapi hanya dia yang diperbolehkan melihatmu untuk saat ini.”

Aku tersenyum manis dan mengangguk.

Ahjussi itu keluar dan menutup pintu kaca di belakangnya. Benarkah aku baru saja terkurung di ruang es itu selama lebih dari 6 jam? Bagaimana aku masih bisa hidup? Tuhan ternyata mengabulkan doaku. Aku menggenggam jemariku, merasakan suhunya yang hangat.

Mendadak aku mendengar suara seretan berat. Aku menoleh dan melihat seorang namja berdiri di ambang pintu kaca, tangannya masih menggenggam knop, matanya tertuju ke arahku. Bibirnya melengkung membentuk senyuman

“Oppa,” bisikku.

Siwon berlari ke arahku dan memelukku. Aku balas memeluknya. Dia melepas pelukan dan menggenggam tanganku, duduk di sebelah ranjangku. “Gwenchanayo?”

Suaranya cemas sekaligus bahagia. Aku tersenyum mendengarnya. Aku mengangguk.

“Kukira aku bakal kehilanganmu,” lanjutnya. “Kau terjebak di sana tanpa diketahui seorang pun.”

“Kecuali Yuri,” desahku.

Siwon mengangguk. “Tenang saja. Aku sudah mengurusnya. Kau tak perlu khawatir.”

Aku menatapnya. “Apa yang lain juga ada di sini? Sica, Hyo, Ye Jin unnie?”

“Semuanya ada di sini, bahkan appa-mu,” jelas Siwon.

JLEB.

Appa? Appa yang tinggal di Amerika Serikat, jauh-jauh datang ke sini untukku? Apa itu berarti appa sudah bertemu Siwon?

“Kau sudah bertemu dengannya?” tanyaku.

“Sudah. Dia baik sekali. Dia merestui kita,” katanya ceria. “Seandainya dia sebaik ibuku.”

Aku menepuk-nepuk tangannya. “Segalanya akan baik-baik saja.” Perutku berbunyi.

Siwon terkekeh, sementara aku menunduk, pipiku memerah. “Kau lapar? Tunggu di sini, aku akan mengambilkanmu makanan,” kata Siwon.

Siwon meremas tanganku sejenak, lalu berdiri dan keluar dari ruangan. Aku menyentuh kedua pipiku yang kini terasa sepanas matahari.

Beberapa saat kemudian, Siwon kembali dengan nampan penuh berisi semangkuk bubur ayam dan segelas jus jeruk, lengkap dengan vas kecil berisi bunga mawar. Aku tersenyum melihatnya, sementara dia memasang meja khusus untuk tempat tidur dan menaruh nampan di atasnya.

“Ini. Makanlah. Makan yang banyak. Kau sudah terlalu kurus,” candanya.

Aku hanya tertawa dan mulai memakan bubur itu. Panasnya membuat lidahku terasa mati rasa, tapi aku tak peduli. Kurang dari lima menit, mangkuk berisi bubur itu habis tak bersisa, begitu juga gelas berisi es jeruk tadi (ya iyalah, masa bunganya juga mau ikut dimakan?)

Setelah aku makan, aku merasa agak mengantuk. Aku mengerjap-ngerjapkan mata sesaat, tapi pandanganku mulai kabur lagi. Siwon meremas tanganku.

“Tidurlah, aku akan berada di sini ketika kau bangun nanti.”

Aku tidak menjawab. Aku sudah tertidur pulas.

***

Setelah seminggu dirawat di rumah sakit, aku diperbolehkan pulang. Pada hari itu, Ye Jin unnie membantuku bersiap-siap. Aku memakai sweter pink dengan celana jins hitam, dan aku mengenakan flat shoes pemberian Jessica yang sangat cantik. Aku menyisir rambutku yang ruwet—butuh waktu 15 menit penuh—dan memakai bedak. Entah mengapa, aku ingin kelihatan cantik hari itu.

Karena aku sudah bisa berjalan dan mampu mengontrol diriku sendiri secara normal, aku sarapan di kantin khusus pasien (ceritanya ada) di rumah sakit itu. Aku menyapa beberapa pasien lain sambil menikmati sandwich. Ye Jin unnie duduk di sampingku, sibuk menelpon bosnya untuk meminta cuti beberapa hari demi menemaniku di rumah.

Sementara aku makan sarapan, aku ingat bahwa minggu depan adalah minggu konser musikku dilaksanakan. Astaga, ini sungguh menegangkan! Benakku langsung penuh dengan not-not angka lagu Love Melody. Aku menggerakkan jemariku. Jemariku terasa kaku, tidak seluwes dulu. Apa aku masih bisa bermain dengan baik?

“Apa kau sudah selesai?” tanya Ye Jin, membuyarkanku dari lamunanku. Aku buru-buru mengangguk dan menjejalkan sisa sandwich ke mulutku. Kami kembali ke kamar rawat-inapku untuk mengambil barang-barangku.

Di kamar, Siwon sudah menunggu. Aku tersenyum dan memeluknya. “Neomu yeppoyo,” puji Siwon.

Aku terkikik geli. “Gomawoyo, oppa.”

Kami bertiga membereskan barang-barang dan hadiah pemberian teman-teman serta keluargaku, lalu Ye Jin mengurus masalah registrasiku. Aku dan Siwon menunggu di lobi.

“Oppa, bukankah minggu depan kita akan konser?” tanyaku, membuka pembicaraan.

Siwon mengangguk. “Tapi kita tidak harus langsung berlatih. Kau masih perlu istirahat.”

Aku merengut. “Kita perlu berlatih. Permainanku harus disempurnakan. Kita harus menang!”

Siwon hanya tersenyum melihat keoptimisanku.

“Yeobo, kautahu apa yang membuatku menyukaimu?” tanyanya tiba-tiba.

Perhatianku teralih. “Apa, oppa?” tanyaku sambil menoleh menatapnya.

“Aku sendiri juga tidak tahu. Tapi tiap aku berada di dekatmu, itu sudah membuatku bahagia. Itu sudah cukup,” bisiknya, lalu bibirnya mencium bibirku.

Aku baru saja membalas ciumannya, ketika…

“CHOI SIWON!”

*** TBC ***

Bagaimana? Rada-rada ngaco, ya, chapter ini? Hehehe… mian…

Seperti yang biasa kukatakan (asik dah) NO SIDERS! Tolong kritik, saran, dan tinggalkan jejak baik like, comment, dsb. Jangan bashing juga, ya… Kalau nggak suka FF ini, mianhaeyo karena ini adalah FF pertama author ._.v

Kalau Love At A Coffee Shop selesai nanti, author rencananya pengin bikin FF HyoHyuk, tapi kalo misalnya ada yang pengin author ngebuat FF dengan pairing lain, misal TaeTeuk dsb, sangat diperbolehkan untuk memberitahu di bawah ini (comment maksudnya).

Dan untuk part 6, aku bakal ngasih password. AKU HANYA MEMBERI PW KEPADA YANG COMMENT DI BAWAH. Jadi kalo nggak comment gak dapet password. Caranya PM aja ke FB-ku (lihat “Our Staff“, “Author“, “Park Ye Lin“).

Next chapter ditunggu, ya! Mian kalo chapter yang ini update-nya kelamaan.

Kamsahamnida!

34 pemikiran pada “LOVE AT A COFFEE SHOP #5

  1. Aku dh baca dari part 1-5, ceritanya bagus bgt. Aku suka ceritanya, aku penasaran sama org tua tiffany?apakah tiffany dari keluarga kaya sama seperti siwon. Hayoo lanjut ya

  2. wuaahh untung aja wonppa bisa nyelametin fany eonni,..
    appa fany eonni dteng ya?? tp kok ngg keluar#plak..
    ckkk tuch orang ganggu sifany kiss aja.. tp siapa orangnya ?? eomma wonppa atau appa fany eonni nich??
    penasaran.. next chap d tunggu..

  3. Akhirnya fany terselamatkan..
    Euh penasaran siwon ngelakuin pa ke yuri..
    Wah itu siapa yg manggil siwon,eomma siwon tau yuri??
    Penasaran..

  4. Ya ampun. Ini update udah lama yah, baru nyecek lagi soalnya jadi gak tau. Udah ada part 6 lagi yah, tapi di protek. Deg-degan banget sih baca adegan Tiffany, tapi untungnya Fany selamat. Ini endingnya gimana? direstui ga? pwnya kirim ke e-mail saya dong.

  5. aku dah baca dari part 1-5 kisahnya mengharukan dan penuh perjuangan banget..salaut sama author udah buat fanfic yg bagus ini..

  6. Yey…. Cerita nya keren…. Tp, jd pnasarn siapa yg mggl siwon yh???

    D tgu klnjutannya…

    Blh gk, btin FF tntg SeoKyu atw SunSun gt… Klw gk gpp jg sh…

    Gumawo 🙂

Tinggalkan Balasan ke tatabrigita Batalkan balasan