Under The Rain

Title :
Under the Rain (비에서)

Author :
Cho Hyeyoung (@kitiwkhys)

Main Cast :
– Jessica Jung / Jung Sooyeon
– Lee Donghae

Support Cast :
– Jung Jinho [OC] (Sica’s Oppa)
– Kim Hyoyeon

Genre :
Romance, Friendship, Family

Rating :
T

Type :
AU (Alternative Universal), One Shoot

Disclaimer :
Plot is MINE and the Characters are belong to God.
DO NOT TRY TO RE-POST / COPYCAT THIS FANFICTION!

*Note :
1. Pernah di publish di Account Facebook pribadiku dengan Main Cast “Myungsoo – Naeun”
2. Mungkin karakter pemain asli tidak sesuai dengan ff ini.
3. Sorry for typos that i made ^^v

Author juga minta maaf karna come back author tidak disertai kelanjutan dari FF ‘Black Soshi’. Karna kesibukan tugas-tugas yang diberikan guru author ㅜ.ㅜ

Baca FF ini? WAJIB COMMENT! #Sekian


Spring…
Incheon, February 2013

Seorang yeoja dengan sebuah koper besar ditangannya, berlari-lari kecil menuju luar sebuah bandara di Incheon. Namun sebelum ia benar-benar keluar dari area bandara, tubuhnya berhenti, menatap nanar kearah luar. Dengan kesal ia berdecak pelan, “Hujan…”

Yeoja itu mengeluarkan smartphone nya, menekan digit-digit nomor yang sudah ia hafal diluar kepalanya dan tombol hijau disana.

“Yoboseo. Oppa! Apa kau tega membiarkanku terdampar di Incheon?! Jemput ak—”

“Mianhae Sooyeon-ya, oppa sedang ada rapat.”

‘Tuut ttuuut

Kesal dengan oppanya, yeoja itu memekik, “YA! MWOYA IGE!!”

Tapi pada akhirnya, yeoja yang dipanggil Sooyeon itu menghela nafas, ia tau akan seperti ini. Buruknya, ia tidak membawa payung. Kini ia hanya menunggu sampai hujan berhenti sebelum ia melangkah lagi menuju halte bis terdekat.

Sebut saja Sooyeon, Jung Sooyeon. Hari ini adalah kepulangannya setelah 10 tahun menetap di California. Ia tinggal disana lantaran orang tua nya yang bercerai 10 tahun lalu, dan alhasil ia dibawa ke daratan perfilm-an dunia oleh ibunya—sementara ayahnya menghilang tanpa jejak.

Hampir satu jam Sooyeon berdiri disana, melihat hujan yang turun dengan damai di awal musim semi ini. Sampai seorang namja—yang tak ia kenal—menyodorkan sebuah payung, “Pakailah.”

Sooyeon mematung, menatap punggung namja yang memberikannya payung. Namja itu sudah berlarian dibawah derasnya hujan tanpa apapun yang melindunginya. Tanpa sadar, senyuman tulus terukir manis dibibirnya.

Dengan perlahan, ia membuka payung tersebut, berjalan melalui rintikan hujan yang mulai mereda dengan payung tersebut.

Seoul…

Kini Sooyeon berdiri terperangah didepan sebuah gedung perkantoran di pusat kota Seoul. Matanya terbelalak tak percaya, dibenaknya saat ini muncul sebuah pertanyaan, ‘Apa benar ini kantornya?’. Dengan langkah ragu-ragu, ia menyeret kakinya memasuki lobby gedung tersebut.

Seorang resepsionis menyambutnya, “Annyeonghasimnikka, Ada yang bisa saya bantu, agassi?” dengan lembut ia menjawab, “Ne, saya ingin bertemu Jung Jaeyeon.”

“Sajangnim? Apa anda sudah membuat janji?”

“Mungkin…” ucapnya ragu, “Tapi tolong antarkan saya ke ruangannya.”

“Mianhamnida agassi, tapi Sajangnim—”

“Huh,” Naeun menghembuskan nafasnya kasar, “Ruangannya ada di lantai 8 bukan? Kalau begitu aku permisi.”

“Agasshi!” resepsionis itu mencoba menahan Naeun, namun seorang namja menahan resepsionis itu terlebih dahulu dengan berkata “Gwaenchanhseumnida, geuyeoja-neun Jaeyeoni hyung yeodongsaengimnida. (Tidak apa-apa, gadis itu adik Jaeyeon hyung)”

***

Tanpa mengetuk dan menghiraukan seorang sekertaris yang duduk di kursinya—tidak jauh dari tempatnya berdiri, Sooyeon langsung menerobos pintu dihadapannya—yang kebetulan tidak dikunci—dan ia mendecak seraya menemukan ruangan besar namun kosong, “Geusaram-eun jinjjayo! (Orang ini benar-benar!)”

“Huh,” Sooyeon menghempaskan tubuhnya di sebuah sofa besar, meregangkan tubuh pegalnya kemudian memejamkan matanya.

Tak terasa sudah lebih dari 30 menit ia disana, dan tanpa sadarnya seorang namja bertubuh tegap dengan lesung pipit menawan masuk kedalam ruangan tersebut dan terperanjat begitu melihat adik sematawayangnya memejamkan mata di sofa, “Sooyeonie.”

“Ngh,” Sooyeon membuka matanya, “Oppa-ya, wasseo?”

“Eung, sejak kapan kau disini?”

“1 abad lalu.” kesalnya, “Darimana saja kau? Adikmu datang berkunjung kau malah mengabaikannya! Oppa macam apa kau ini?” ucap Sooyeon pura-pura marah.

“Arrata, arrata,” ucap namja itu malas, “Geundae, mengapa kau tiba-tiba datang? Ada masalah? Kau bertengkar dengan eomma?”

“Aku ingin hanya ingin liburan. Itu saja.”

“Jinjjayo? Bukankah kau belum libur? Lagipula, mengapa tidak mengajak eomma?”

“Sudahlah, lebih baik kita mencari makanan, aku sangat lapar. Makanan pesawat sangat tidak memuaskanku. Kajjayo, oppa!!”

“Hey, ada apa ini?!”

“Oppa akan tau sendiri nanti.”

Jaeyeon memiringkan kepalanya tanda tak mengerti, adiknya bertingkah sangat aneh beberapa bulan terakhir. Ditambah deringan tanda telpon masuk dari Jaeyeon—yang terhubung dengan telpon rumah—yang tidak pernah dijawab oleh Sooyeon—ataupun ibunya—sejak beberapa bulan lalu. Dan semua persoalan itu makin menjadi ketika Jaeyeon terperangah melihat adik semata wayangnya berada diruangannya.

***

Jaeyeon memperhatikan adiknya yang makan dengan lahap. Seperti seorang yang tidak makan selama beberapa hari. Terlebih dengan tubuh Sooyeon yang—sangat—terlihat kurus dimata Jaeyeon, semuanya cocok.

“Apa masakan oppa sangat enak?” ucap Jaeyeon sambil menyodorkan air putih kehadapan Sooyeon.

“Eung! Kimchinya enak! Bulgoginya sempurna! Daging sapinya tidak terlalu matang—seperti yang kusuka. Lagipula aku sudah lama tidak makan makanan rumah.”

Jaeyeon terkaget. Apa yang dimaksud dengan ‘sudah lama tidak makan makanan rumah’?, pikir Jaeyeon. Sooyeon yang menyadari perkataannya hanya berkata, “Besok kan hari sabtu, ayo kita pergi jalan-jalan!” untuk mengalihkan perhatian Jaeyeon.

“Mianhae, jika besok oppa tidak bisa, ada meeting. Bagaimana kalau lusa? Oppa akan mengajakmu ke Lotte World. Oppa janji.” Sooyeon bernafas lega, setidaknya walaupun ia tidak bisa berjalan-jalan esok namun perhatian Jaeyeon sudah teralihkan.

“Gwaenchanhayo,” ucap Sooyeon, “Ah, sudah malam, sebaiknya oppa mandi lalu tidur, aku akan membereskan semuanya.”

Jaeyeon mengangguk, meninggalkan Sooyeon yang mulai mencuci piring.

Seusai Sooyeon mencuci piring, ia langsung masuk ke kamarnya. Tapi bukanya bersiap untuk tidur, Sooyeon malah menuju balkon dan duduk di sebuah kursi yang ada disana, menatap langit bertabur bintang yang menjadi betuk keindahan alam favoritenya.

“Seandainya hujan, pasti lebih indah.”

Hujan. Entah mengapa Sooyeon sangat suka melihat butiran air yang terjatuh lebih dari langit bertabur bintang. Dan omong-omong tentang hujan, Sooyeon teringat akan peristiwa tadi siang, dimana seorang namja merelakan tubuhnya diguyur air hujan yang dingin karna memberikan payungnya untuk Sooyeon. Seulas senyum kembali terukir di bibir tipis Sooyeon.

Sooyeon meraih payung lipat tersebut, ia perhatikan setiap detilnya. Dan Seoyeon menemukan sebuah bordiran kecil huruf ‘H’ disana. Semakin ia perhatikan, ia merasa bersalah. Merasa bersalah karna tidak mengucapkan rasa terimakasih.

Saat itu karna kesal—dan kaget, Sooyeon tidak sempat mengucapkan terimakasih ataupun tersenyum, bahkan wajah namja itupun ia tidak ingat. Yang Sooyeon ingat hanyalah; rambut coklat pekat acak, bau parfum khas-—yang Sooyeon duga tidak dijual komersil—, dan suara bass yang mengucapkan kata ‘Pakailah’. Dan saat mengingatnya, kembali senyuman itu menghiasi wajah cantiknya.

Namun ingatan itu buyar tatkala ponselnya bordering. Dengan segera, Naeun meraihnya dan men-tap tombol hijau yang ada disana, “Yoboseo.”

“Yoboseo. Ya!!” seseorang memekik disebrang sana, membuat Sooyeon menjauhkan ponselnya. Pekikan yang sangat ia hafal, yang berasal dari sahabat karibnya, “Hyoyeon-ah!!”

“Yaa!! Mengapa ponselmu baru bisa dihubungi?! Aku—” Sooyeon kembali menjauhkan ponselnya dari telinganya sebagai bentuk dari antisipasi nyata(?) terhadap omelan panjang dari seorang Kim Hyoyeon.

Kim Hyoyeon. Gadis berdarah Korea. Sahabat karib Sooyeon yang menetap di California seperti dirinya. 1 point penting tentang Hyoyeon bagi Sooyeon, Kim Hyoyeon adalah seorang yang patut dianggap sebagai kakak.

“Kau dengar itu, Jung Sooyeon?!”

Sooyeon segera mendekatkan ponselnya kembali, “Ne, ajhumma-nim.”

“Yaa! Berani sekali kau!” ucap Hyoyeon, “Ah geundae, aku tidak berminat adu mulut sekarang, langsung to the point saja. Jawab dengan jujur, apa kau kabur dari rumah?”

Sooyeon terdiam, cukup lama tidak muncul perkataan dari sambungan telpon mereka sampai Hyoyeon berkata, “Yoboseo? Sooyeoni, kau disana?”

“Eung,” gumam Sooyeon, “Aku tidak kabur kok, aku hanya liburan.”

“Pergi begitu saja tanpa kabar, bahkan eommamu tidak tau kau di Korea. Apa-apaan kau ini? –”

“Kau ke rumahku kemarin? Dan..dan.. bagaimana kau tau aku ada di Korea?”

“Ne, aku kerumahmu karna ada kuliah pagi—yang pastinya kau lupakan. Masalah kau ada di Korea, ponselmu tidak tersambung saat ditelpon jika aku menelponmu dengan nomor biasa.”

“Ternyata kau cukup pintar, Hyoyeon-ah” ucap Sooyeon. Setelahnya, mereka saling becerita, termasuk insiden tadi siang di bandara. Dan Hyoyeon yang mendengarkan hanya tertawa cekikikan.

“Haha! Ya! Kau menyukai namja itu eoh?”

“Baboya, wajahnya saja aku tidak tau-_-”

“Bahkan kau sampai hafal bau parfumnya~”

“YAA!!”

Hyoyeon tertawa terbahak, dan merekapun mengobrol satu sama lain sampai keduanya diserang hawa kantuk. *Omoya, nelpon interlokal ga mahal tuh? #plak #abaikan-_-*

Keesokan harinya…

Sinar matahari mulai masuk melalui celah sempit jendela kamar Sooyeon, membuat gadis yang terlelap itu membuka matanya perlahan.

Dengan setengah mengantuk, Sooyeon beranjak ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan membasuh wajahnya. Kemudian ia menuju dapur dan menyapa oppa nya yang sedang berkutat dengan peralatan dapur, “Morning oppa.”

“Sudah bangun? Duduklah, oppa sedang membuat pancake.”

Tak beberapa lama, Jaeyeon datang menghidangkan 2 porsi pancake serta coklat panas dan duduk dihadapan Sooyeon.

Di pagi yang cerah itu mereka sarapan dalam diam—hanya beberapa kata saja yang mereka ucapkan, sampai Jaeyeon memakai setelan jas nya dan pergi memenuhi panggilannya di kantor.

Sooyeon memutuskan untuk pergi ke swalayan begitu melihat persediaan makanan mereka menipis. Cuaca memang kurang bersahabat, namun hujan tidak turun sampai Sooyeon menginjakkan kakinya di swalayan terdekat.

Setelah apa yang dibutuhkannya ia dapat, Sooyeon berniat pulang dengan kantung belanja yang penuh. Akan tetapi, baru saja ia sampai di halte bis, hujan mengguyur Gangnam dan sekitarnya, membuat tatapan nanar dan gumaman “Hujan…” kembali terlihat dan terdengar dari Sooyeon.

Bis sedari tadi terus saja melewatinya, tapi Sooyeon tetap setia berdiam diri disana. Untuk apa menaiki bis sedangkan jarak apartment oppa hanya 1 blok dari sini? Pikirnya.

Kembali ia menungu berhentinya hujan sembari menikmati rintikan air yang jatuh indah didepan matanya.

“Mm, ano…”

Sooyeon terkaget, sebuah tangan mengulurkan sebuah payung lipat kehadapannya. “Ye?” ucapnya.

“Pakailah.” Sooyeon kembali mendengar suara bass yang sangat diingatnya. Dan tanpa permisi(?) indra penciumannya mulai mencium aroma parfum yang sama dengan hari sebelumnya. Dan dari semua itu, Sooyeon tercenggang dengan keberadaan seorang namja yang lebih tinggi darinya, berperawakan tampan, dan… mempunyai rambut coklat pekat acak.

Masih sibuk terheran dengan namja itu, tanpa sadarnya Sooyeon, namja itu sudah berbalik, berniat untuk melangkahkan kaki menembus terpaan angin dan hujan. Sebelum itu terjadi, Sooyeon tersadar dan mengatakan sesuatu—secara tak tersadar—yang membuat namja itu terhenti.

“Bagaimana kalau kita pakai bersama?”

Sooyeon segera menutup mulutnya dengan tangan dan bergumam, “Mian, aku—”
Namja itu segera berbalik dan tersenyum yang membuat Sooyeon membeku ditempat. Jantungnya bekerja tak karuan, wajahnya memerah. Lalu semua itu makin menjadi ketika namja itu menarik Sooyeon kebawah payungnya dan mulai mengajaknya berjalan dibawah rintikan hujan yang tidak terlalu deras.

Mereka terus berjalan tanpa bicara satu sama lain, sampai mereka menginjakkan kaki tepat didepan sebuah gedung apartment megah dan hilangnya namja itu secara tiba-tiba.

Minggu…

Minggu ini hujan kembali turun. Membuat seorang gadis dengan paras cantik tersenyum senang ke luar jendela café tempat ia berada saat ini. Setidaknya hujan membuat keadaan hatinya yang suntuk karna menunggu oppa nya mereda.

Hampir dua jam Sooyeon duduk disana, terus memandang keluar jendela. Tapi rasa suntuk dan bosan sudah menguasainya, hingga ia memutuskan untuk keluar café.

Sooyeon mengeluarkan sebuah payung lipat—pemberian namja tak dikenal tersebut. Tepat saat Sooyeon membuka payungnya, namja yang akhir-akhir ini selalu pikirkannya berlari tergesa-gesa dibwah hujan dengan sebuah tas guna menghalau air hujan mengenai kepalanya.

Namja itu berhenti tiba-tiba saat seseorang memayunginya. Ia berbalik, dan mendapati seorang yeoja tengah tersenyum manis. Yeoja yang menggigil terguyur hujan akibat menyodorkan seluruh payungnya pada namja didepannya. Yeoja itu… Sooyeon.

“Pakailah.” Ucap Sooyeon sembari tetap tersenyum.

_____
Is this love?
This heart is beating when you are next to me.
_____

Namja itu mengulas senyumnya dan mendekap Sooyeon dengan tiba-tiba. Sooyeon yang terkejut hanya terdiam, mematung ditempat. Payung dengan bordiran ‘H’ itupun terjatuh begitu saja.

“Seharusnya kau tidak memayungiku, lihat, kau menggigil.” namja itu mengelus rambut Sooyeon perlahan, mencoba membuat gadis dalam dekapannya terasa nyaman dan hangat.

Namja itu melepaskan dekapannya, “Lain kali jangan lakukan hal ini lagi,” wajahnya mendongak ke langit, “Aku sangat suka hujan dan aku ingin membiarkan tubuhku basah olehnya, namun aku akan sangat merasa bersalah jika melihatmu menggigil dan sakit sebab hal yang aku sukai.”

Sooyeon terdiam, wajahnya memanas, darahnya berdesir mendengar kalimat namja dihadapannya. Mungkin kalimat tersebut masuk dalam kategori ‘terindah’ yang pernah didengarnya.

Namja itu memungut payungnya yang jatuh, lalu menyodorkannya pada Sooyeon, membuat gadis itu kembali menggenggam payungnya, “Pakailah ini untuk pulang dan segera ganti pakaianmu. Aku tidak mau kau sakit.”

Kembali namja itu membentuk lengkungan ke atas dengan sudut bibirnya. Tubuhnya berbalik, berniat melangkah menjauh sebelum hatinya enggan meninggalkan gadis dihadapannya.

___
Is this love?
I didn’t hope to know your personality, but I hope our heart knows each other.
___

Baru beberapa meter menjauh, namja itu mendengar suara Sooyeon, “Boleh aku tau namamu?”

“Hmm, sebut aku dengan sebuah kata, 3 huruf, 2 suku kata. Hae. Ingat itu, Jung Sooyeon.”
Hae. Hae Hae. Sooyeon sangat mengingat kata itu mulai sekarang.

Kini Sooyeon terdiam, bingung akan apa yang harus di katakannya saat ini. Dan saat ia tau dan ingin menyuarakannya, sosok namja misterius itu sudah lenyap menghilang di bawah derasnya hujan. Sooyeon meringis, lagi-lagi ia tidak mengungkapkan rasa terima kasih nya.

Tapi dibalik itu, hati gadis dua puluh tahun tersebut membuncah senang. Senang karena tau sebutan namja tersebut. Bahkan walalupun ia tidak mengetahui sebutan namja tersebut, Sooyeon akan tetap senang—dan bersyukur—sebab ia bertemu lagi dengan namja—yang tanpa ia sadari—menjadi tambatan hatinya kini.

Sooyeon mendongakkan kepalanya, membiarkan air hujan menerpa wajah cantiknya, tersenyum bahagia disela-sela kegiatannya.

____
Under the rain, I felt,
Feel that feeling, feel that strong feeling.
And under the rain, I knew,
I know about love.
Yeah, I know this is love, now.
____

***

Seorang namja berambut coklat pekat tengah berdiri menatap hujan yang turun dengan damai di sore hari. Senyumannya terus mengembang, menambah kadar ketampanan yang dimilikinya. Sesekali matanya terpejam mengingat kejadian siang hari ini. Beberapa kali decakan tak percaya keluar dari mulutnya.

“Aku memeluknya ditengah hujan…”

“Ya! Harus beberapa kali aku memencet bel agar kau mau membuka pintu!!??” Pekikan itu mengusik kegiatan namja tersebut, membuatnya menoleh ke asal suara dan mengucapkan “Mianhae Jaeyeon hyung… Sejak kapan kau datang?” tanpa rasa bersalah yang tersisip dikalimatnya.

“Kau ini! Hash!”

Namja itu tidak memperdulikan geraman Jaeyeon, “Hyung, aku mau menikah.”

“Menikah? Dengan siapa? Gadis yang kau temukan di Incheon minggu lalu?” namja itu menyambut pertanyaan Jaeyeon dengan senyuman.

Beberapa menit terasa hening diantara keduanya. Sampai namja itu berkata sesuatu, “Hyung, bagaimana reaksimu jika adikmu disunting sahabatmu sendiri?”

“Senang dan tidak perlu khawatir. Juga— eh! Tunggu dulu! Jangan-jangan gadis itu—”

“Bingo!” pekik namja itu, “Manhi-manhi kamsahamnida, atas restunya hyung-nim!”

“YAK! AKU TIDAK MAU PUNYA IPAR ANEH SEPERTIMU, LEE DONGHAE!!”

***
____
Under the rain, i got you.
Who standing there with white wedding dress,
Smiling with clumsy smile.
Under the rain, I said,
“Just relax and we will be a happy married couple, forever.”
____
Still spring,
Jeju Island, End of April 2013…

“Sooyeon-ah, ireonayo. Sooyeon-ah!”

Sooyeon membuka matanya perlahan dan langsung memasang wajah heran dan bingung. Ia mendapati kakaknya mengenakan tuxedo hitam tepat dihadapannya, namun bukan itu yang membuatnya bingung.

“MENGAPA AKU MENGENAKAN GAUN PENGANTIN?!!!”

“Hey, tidak usah berteriak seperti itu,” ucap Jaeyeon, “Lekas berdiri dan apit lengan oppa.”

“Oppa, mwoya ige?! Seharusnya aku tidur di Cottage!”

“Jangan banyak bicara! Cepat apit tangan oppa! Pendeta sudah menunggu.”

“Pendeta?”

Sooyeon bertanya-tanya apa yang terjadi saat ini, namun yang ia dapat hanyalah sebuah senyuman oleh Jaeyeon disetiap pertanyaannya. Sampai ia berdiri di sebuah pintu besar pun, tidak ada yang menjelaskan apa yang terjadi saat ini.

Pintu besar itu terbuka. Awalan mars pernikahan terdengar memekakkan telinga. Dan saat itu pula, Sooyeon tersadar akan sesuatu, bahwa ia ada di gereja dengan dirinya dan Jaeyeon berjalan menuju altar dan ungkapan “Aku akan menikah…??”

Ia kesal. Ingin sekali Sooyeon menghempas tangan Jaeyeon dan melarikan diri. Namun rencana picik itu hilang seketika tatkala melihat seorang namja yang sudah berdiri menunggunya didepan altar. Namja yang selalu memayunginya. Namja yang dirindukan kehadirannya dua minggu terakhir.

Jaeyeon menyerahkan Sooyeon pada sang pengantin pria saat sampai altar, “Tolong jaga adikku, Donghae-ya.”

“Of course, hyung.”

Awalnya Sooyeon yang sangat kesal pada oppanya karna—Sooyeon menduga—kakaknya itu memaksanya jatuh dalam ikatan pernikahan bersama seorang pria yang tak dikenalnya. Tapi kini ia sangat berterima kasih pada kakaknya.

Janji suci telah terucap oleh keduanya. Pada saat yang sama, hujan turun mengiringi pengucapan janji tersebut. Membuat keduanya makin bahagia.

Sooyeon kini tersenyum canggung pada mempelai prianya. Saat ini Donghae tengah tersenyum hangat padanya, menenangkan gadis yang sudah sah menjadi istrinya.

“Tenanglah dan kita akan menjadi pasangan pengantin yang bahagia, selamanya.”

THE END

[Oneshoot] OUR FAMILY

our-family

Tittle : Our Family

Author : Jung Sang In / @bellayunita_

Cast : -Jessica Jung aka Lee Jessica

-Lee Donghae

Genre : Romance,family

Lenght : Oneshoot

Artworker by : YooraARTDesign

Disclaimer : Annyeong! ^^ perkenalkan ya namaku ni kadek bella yunita atau jung sang in. Aku dari bali wkwk aku 99 line,kalian cukup manggil aku bella aja. Gg usah author hehe. Oh iya ini ff pertama yg aku kirim ke blog ini dan aku gg jadi author tetap juga 😀 semoga kalian suka ya sama ff aku ini J

DON’T BE SILENT READERS PLEASE!!!!

Sudah pernah dipost di : Bellayunita

Haesica&SeokyuFanfiction

Starmuseumfanfiction

 

Happy Reading ^^ Baca lebih lanjut