Title :
Black Soshi
Sub-Title :
7정 – Game Over (Part B)
Author :
Cho Hyeyoung
Main Cast :
– Jessica Jung
– Lee Donghae
Other Cast :
– Choi Minho
– Choi Seunghyun
– Super Junior Member
– SNSD Member
– Lee Hongjoo [OC]
– Unknown Character (Will Annouced In This Chapter) [OC]
– And Other…
Type :
AU, Chaptered
Genre :
Suspense, Friendship, Romance, Action
Rating :
T (Teenager)
Poster :
Cho Hyeyoung
Referensi :
– Sherlock Holmes: The Crime Tricks
– Sherlock Holmes: The End
– 名探偵コナン (Detective Conan)
Disclaimer :
Plot is My and the Characters are belong to God
And DO NOT TRY TO RE-POST MY FANFICTION!!
Jweseonghamnida kalau ada yang tidak suka dengan pairing di dalam Fan Fiction ini *deepbow
#Warning : Mungkin FF ini bertemakan Serius, Ada beberapa kalimat yang menggunakan bahasa asing, Alur seadanya. But pokoknya,
Happy Reading!
Part Sebelumnya :
Prolog | Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 | Chapter 5 | Chapter 6 | FINAL Chapter: 7 A – 7 B
Sebelum membaca, jawab dulu pertanyaan dibawah ini;
1. Apakah hubungan ‘Dalang’ alias ‘Unknown Character’ dengan Jessica?
a. Kerabat
b. Keluarga
c. Teman
d. … (Isi sendiri)
A-Yo! dijawab, dan tulis dikomentar setelah membaca~ *JanganGantiJawabanSetelahBaca
*P.S : Ini adalah chapter terpanjang ._.v
—–
Unknown Place…
“Jadi bagaimana?”
“Persiapannya sudah matang sajangnim, kami hanya menunggu matahari bersinar dibalik awan hitam saat ini.” Namja dengan sebutan sajangnim itu tersenyum puas—sekaligus licik—mendengar jawaban dari kaki tangan terpercayanya—saat ini, “Good job boy. Kau memang bisa diandalkan. Tak salah aku memberimu upah tinggi.”
Dengan membungkuk sopan ala lelaki terhormat, orang itu—sang kaki tangan—berkata, “Ne. Rencanamu saat ini adalah pekerjaan terhormat bagiku, sajangnim.” Ia kembali tegap, “Sajangnim, apakah ‘plan B’ akan dilakukan?”
“With my pleasure, Falcon. Of Course. (Dengan senang hati, Falcon. Tentu saja)”
Orang itu—Falcon—mengangguk serta tersenyum licik. Ia yakin ‘plan B’ akan sangat diperlukan, begitu juga sang Sajangnim.
“Berapa jam lagi?”
“11 jam, 30 menit lagi sajangnim.”
“Geurae. Kau boleh keluar.” ucapnya, “Ah, ya. Untuk ‘plan B’ temanmu akan membantu bukan?”
“He will, Sajangnim. Phantom will come.” Setelah menjawab, Falcon membungkuk sopan dan meninggalkan ruangan sajangnimnya.
Sementara itu, sang Sajangnim tersenyum licik ke arah sebuah lembaran—seperti sertifikat. Didalam hatinya, ia sangat senang atas apa yang akan ia capai esok.
“JJ-ah, besok aku akan mengantar ‘music’ kebanggaanmu keperaduan terakhirnya.”
Friday, October 5th 2012
Lee’s Old Mansion
Pagi ini tepat pukul 8.00 para penghuni mansion—kecuali yang pergi sekolah—sudah berada di ruang makan dengan seporsi waffle dan cappuccino dihadapan mereka, sembari berbincang tentang dua orang penghuni baru.
“Morning.” ucap Minho yang baru datang bersama dua orang asing dibelakangnya.
“Morning. Duduklah! Aku akan menyiapkan 3 porsi lagi untuk kalian.” Hyoyeon langsung bergegas kembali ke dapur setelah mengatakannya. Orang asing tersebut hanya tersenyum dan duduk di kursi kosong. Semuanya—kecuali Minho—menatap kearah dua pendatang baru tersebut, bertanya-tanya siapa orang asing yang bermalam di mansion ini.
“Minho-ya, siapa mereka?”
Merasa diperhatikan, dua orang itu memperkenalkan diri mereka. Dan author yakin, kalian tau siapa mereka. Sungmin dan Eunhyuk—sebut saja seperti itu.
Pagi itu semuanya berjalan normal. Hingar bingar burung yang berkicau, udara kaya oksigen menyeruak masuk melalui jendela, para penghuni mansion yang menikmati pagi mereka. Semuanya terjadi seperti biasanya. Sampai sebuah deringan telpon terdengar bagaikan pertanda buruk.
Yoona mengangkatnya, mendekatkan gagang telpon tersebut ke telingannya, “Hello?”. Gagang telpon itu jatuh seketika. Bagaikan tersambar petir, ekspresi wajah cantik itu datar seketika, menyiratkan sebuah ketakutan dan kepanikan teramat sangat tatkala mendengar suara–panik–disebrang sana.
“Kita harus bergegas. Seorang siswa terbunuh.”
***
Minho POV
Pikiranku kini kacau. Sandi-sandi aneh itu saja saat ini belum terpecahkan, muncul pembunuhan yang terjadi didepan mata rekanku, dilingkungan yang sama dengan keberadaan klien kami. Pada akhirnya, aku menyerahkan tentang pembunuhan itu pada yang lain–walau tetap dibawah pengetahuanku, memikirkan sandi-sandi aneh itu sudah cukup menyita waktuku.
“Tinggalkan laptopmu dulu!” Sungmin menepuk pundakku, “Ikutlah kami mengambil amunisi baru.”
Aku hanya mengangguk dan kami—juga Eunhyuk—pun pergi.
***
Kami sudah dalam perjalanan pulang dengan sejumlah amunisi dan kemudi ditangan Eunhyuk. Namun pikiranku masih tertuju dengan kasus-kasus rumit itu. Dan entah mengapa feeling ku selalu berkata ini ada sangkut pautnya dengan salah satu dari kami. Dan bagaimanapun juga, aku harus menyelesaikan kasus rumit yang menghantuiku berbulan-bulan ini. Jika tidak, hangus sudah impianku menjadi detektif FBI.
“Hya, JSAXII, Y.NSWUD arro? (Hey, kau tau JSAXII?)” aku menanyakannya, setidaknya mungkin mereka bisa membantu. Atau tidak sama sekali.
“Sandi ya?” Eunhyuk berfikir, beberapa saat kemudian ia menggeleng “Molla.”
“Jika itu sandi, mungkin saja setiap hurufnya diambil dari huruf awal sebuah kata, mungkin juga sandi itu adalah sebuah kata yang disembunyikan. Kau tau, seperti system sandi ROT1, Caesar atau Vignére. Tapi jika itu Vignére, aku rasa akan menjadi bencana kau tau sendiri kita harus tau keywordnya”
Aku sedikit berfikir, apa yang dikatakan Sungmin ada benarnya. Tapi patut dicoba. Kembali, aku teringat PR yang Tiffany berikan.
“Sica?”
“Mwol?” ujar Sungmin yang terkaget atas apa yang kuucap. Sica. Entah mengapa mulutku mengucap kata tersebut–tanpa kehendakku.
“Sica-ga… Jessica? Kau memikirkanya? Jessica Jung?” sontak aku mendongak ke arah mereka yang tertawa lepas, memprotes tidakan itu, “Anirago! Tiffany menyuruhku mencari arti kata itu. Dan– Ya! Ya! *Geumanhae! (Berhenti!)” aku memekik seraya tawa mereka makin meledak.
“Ah, geunyang igeo– Aigoo! Jinjja! Neo babojanha? (Ah tapi ini– Astaga! Benar-benar! Apa kau bodoh?)”
“Ya! Apa kau tidak bisa bahasa spanyol? Aku jadi tidak percaya FBI memberikanmu kesempatan untuk masuk.”
“Eh? Spanish?” aku menyiritkan dahi tanda tidak mengerti. Bahasa spanyolku memang kurang lancar, namun seingatku tidak ada kata ‘Sica’ dalam bahasa spanyol.
“Music. Sica itu Music. Diambil dari kata musica dalam–”
Music? Aku tersadar, ternyata semua ini benar ada hubunganya. Didalam hati, aku tertawa meremehkan diriku sendiri, betapa payahnya diriku ini. Kini aku mencoba memecahkan JSAXII.
Instingku mengibaratkan J adalah Judo—seperti sebelumnya, S adalah Sica—tapi aku meragukannya, A aku belum tau ini apa–mungkin Anyang?, dan XII aku kira adalah romawi untuk angka 12. Tapi ini sungguh mudah bukan? Dan aku tidak percaya dengan kemudahan ini. Terlebih dengan Judo-Sica-Anyang-12 yang tidak aku mengerti.
Dan yang terpenting dari semua itu, I’m on Frustrated.
Aku meraih block note dan penaku, menuliskan beberapa kata yang berhubungan dengan sandi-sandi itu. Tapi entah mengapa otakku memikirkan beberapa kata. Falcon, Vignere dan… Sica.
“Hey ada kemajuan?”
“Isseoyo*. Tapi aku masih ragu tentang ini. JSAXII adalah Judo-Sica-Anyang-12. Beberapa kata itu mungkin ada artinya bukan? Dan, aku berfikir kalau aku akan menggunakan metode Vignere untuk sandi Y.NSWUD (*Ada)” jelasku, “Dan mungkin itu memakan waktu yang cukup lama.”
“Hmm, kau benar karna kau harus menebak keyword nya terlebih dahulu” ucap Sungmin
“Dan menebak adalah sesuatu yang mengandalkan peruntungan” tambah Eunhyuk. Aku hanya mengangguk sembari tenggelam dalam fikiran rumit ini. Sebagai seorang detektif pro, aku harus menyelesaikan kasus yang telah aku ambil segala resikonya.
“Cobalah ini Minho-ya! Kau pasti terkejut!” Sungmin mengagetkanku dengan menyodorkan sebuah sniper scoop baru–hanya scoopnya. Dan benar saja, aku terkejut. Scoop dengan perbesaran 25x dengan jangkauan 250 yard.
Aku mengarahkan nya keluar jendela sembari berdecak kagum, “Sungmin hyung, ige jinjja daebak!”
“250 yard menurutku buka apa-apa. Buronan kami–FBI, Phantom, dia membuat sebuah sniper scoop dengan perbesaran 100x—yang tentunya illegal. Saat ia tertangkap kami tidak sempat—”
Aku tidak mendengar kelanjutan kalimat Sungmin, semua indraku bagai teralihkan oleh pandangan—yang aku lihat dengan scoop ini—menyeramkan di atas sebuah gedung 5 lantai. Sontak aku terkaget. Seseorang berpakaian hitam tak lupa topi dan kacamata yang serba hitam dengan long-rifle-sniper ditangannya.
Seperti semuanya terlihat jelas dimataku. Namun kejelasan itu membuatku panic. “Ya! Berhenti! Gedung itu, tepat di utara Anyang High School bukan?!”
“Ne, kira-kira kurang dari 1 kilometer dari—”
“Eunhyuk hyung, putar mobilnya, PPALI!”
***
Author POV
Anyang High School
Seorang gadis dengan rambut coklat dikuncir kuda berjalan riang melewati lorong sekolahnya. Ia baru saja selesai melepas kegelisahannya(?).
Tapi ia terhenti begitu mendengar music yang berdentum samar-samar ditelinganya. Siapa yang menyalakan music ini? pikirnya. Atas rasa penasarannya, tubuhnya bergerak mencari asal music itu. Sampai ia memasuki dance room dan berdiri terpaku disana. Namja yang akhir-akhir ini bersamanya tengah menari ria seakan dunia miliknya seorang.
Gadis itu tersedar—sekaligus kaget—tatkala music dan gerak namja itu berhenti. Kekagetannya makin bertambah dengan sadarnya namja itu akan kehadirannya. “Itu akan jadi pembuka porseni kategori menari. Eotte, Kim Taeyeon?”
“Eung… Meotjin. (Hebat)” ucap Taeyeon dengan gugup. Gugup? Entah mengapa rasa itu menggerayanginya disaat seperti ini. Namja itu dengan keadaan rambut yang basah oleh keringat, nafas terengah, dan… Ah! Bahkan Taeyeon tidak mampu mendeskripsikannya lebih lengkap.
“Ah jeongmal? Kalau begitu, kau harus melihatku di atas panggung! Aku janji akan menampilkan yang terbaik untukmu!”
‘Terbaik? Untukku?’. Taeyeon kembali membeku. Kata-kata namja itu terlalu indah untuk dilontarkan. Tanpa sadar, rona merah muda menghiasi wajah cantik Taeyeon. Dan tanpa sadar juga, namja itu sudah berlari meninggalkannya sendiri. Bermaksud mengajak Taeyeon bermain-main.
“Taeyeon-ah! Kalau kau sampai aula duluan, aku akan meneraktirmu!”
Dan Taeyeon mengikuti permaian itu.
Namja itu tiba-tiba berhenti, menatap keluar koridor dengan alis terangkat. Diikuti Taeyeon yang juga berhenti, menatap ke arah yang sama. Disana, ada dua orang namja—dengan pakaian serba hitam dan wajah tertutup—membawa sebuah koper hitam yang panjangnya hampir sama dengan gitar dan sebuah suit case yang juga berwarna hitam.
“Taeyeon-ah, apa mereka yang membawa properti porseni? Tapi bukankah aula berada didepan?”
“Nan molla, Jungsoo-ya (Aku tidak tau)” Taeyeon menggeleng.
Dengan inisiatifnya, Jungsoo—namja itu—menarik Taeyeon ke arah dua orang namja misterius tersebut. Jungsoo meneriaki 2 orang namja itu berkali-kali, namun anehnya 2 namja itu pura-pura tidak mendengar. Mereka malah berhenti disebuah pohon besar dan membuka koper-koper mereka.
Salah satu namja itu meraih sebuah benda dari suit case-nya, lalu berbalik dan menodongkan benda itu ke arah Taeyeon dan Jungsoo. Membuat keduanya terperanjat kaget, terlebih lagi Taeyeon. Benda itu… Handgun.
“Ya! Kalian in—”
“Shut up!! Get down! Or die?! (Diam!! Tiarap! Atau Mati?!)” Salah satu dari namja misterius itu memotong perkataan Jungsoo dengan logat Chinese nya juga handgun yang siap ditarik pelatuknya kapanpun ia mau.
Jungsoo mengikuti instruksi namja itu, dan meminta Taeyeon untuk melakukan hal yang sama. Tapi apadaya, Taeyeon yang selalu didik oleh Black Eyes untuk tidak mengikuti instruksi apapun dari orang yang mencurigakan, tetap berdiri tegak. Dan itu menarik perhatian namja misterius itu.
“Kill him! She’s one of Black Eyes! (Habisi dia! Dia salah satu dari Black Eyes!)” pekik namja satunya
“Try if you can! (Cobalah kalau bisa!)” tantang Taeyeon. Sedetik kemudian, namja dengan handgun ditangannya meringis kesakitan direrumputan. Taeyeon berhasil menyerang namja itu dengan sejumlah jurus andalannya. Tinggal satu lagi, pikirnya.
Taeyeon mengeluarkan handgun miliknya dari saku cardigan yang ia kenakan, “Throw your gun and get down now!! (Buang pistolmu dan tiarap sekarang!!)” ucapnya.
Jungsoo yang melihatnya terkaget. Perlahan ia berdiri. Berfikir untuk membantu. Ia tak tau apa yang sebenarnya terjadi, namun ia tidak akan membiarkan Taeyeon berjuang sendirian dan juga ia tidak mau melanggar janjinya.
“Never!!”
‘DAARR!
Taeyeon memejamkan mata. Namun ia tidak merasakan sakit disekujur tubuhnya. Yang terdengar hanyalah suara letupan handgun dan… Suara benda berat yang terjatuh.
“Should I kill that girl now, Falcon?”
“Not now. That brat is waiting. And we can’t waste our time just for this girl. Hurry up! (Tidak sekarang. Bocah itu sudah menunggu. Dan kita tak bisa membuang waktu hanya untuk gadis ini. Cepatlah!)”
Taeyeon sudah membuka matanya. Lututnya lemas seketika melihat seseorang dengan darah yang mengalir–tepat dari dada–dihadapannya. Kini ia tidak perduli dengan orang-orang misterius itu.
“Bertahanlah, Jungsoo-ya! Aku akan memanggil bantuan.” Jari-jemari Taeyeon sudah menekan 119 pada ponselnya, namun sebuah tangan berlumuran darah mencegahnya.
“Tugasku sudah selesai.” Jungsoo berbicara tergagap dengan darah segar mengalir dari mulutnya, “Taeyeon-ah, Jung-il menjemputku.”
Taeyeon menggeleng lemah, air matanya mulai berjatuhan.
“Uljimayo” tingkat kesadaran Jungsoo mulai menghilang perlahan, tak berapa lama, ia mengucapkan kata terakhirnya “Saranghae.”
“Park Jungsoo! Ireonayo! Park Jungsoo!” tangis Taeyeon pecah seketika, “Cukup Jung-il saja! Mengapa kau juga!? Park Jungsoo—”
“Stop it Kim Taeyeon, he passed.”
***
Dengan langkah riangnya, seorang namja berjalan menaiki anak tangga yang membawanya ke sebuah pintu menuju ruangan terbuka. Tangannya meraih kenop pintu tersebut dan mendorongnya perlahan. Melabaikan tangannya pada seseorang yang sudah menunggunya, “Yo!”
Namja itu berhenti tepat dihadapan orang berbalut seragam yang sama dengannya tanpa menduga apa yang akan terjadi setelahnya, “Jadi ada—hmmpph! Hhmmphh!! Hh”
Orang itu menyunggingkan smirknya setelah suskes membuat namja periang tadi pingsan dengan obat biusnya. Segera dengan gerakan cepat, ia meraih ponselnya, menghubungi beberapa rekannya.
“I got the fake target. So get ready, the real target will come as soon as possible (Aku mendapatkan ‘fake’ targetnya. Jadi bersiaplah, sang ‘real’ target akan datang secepat mungkin)”
***
Seorang gadis berwajah European menelusuri koridor sekolah dengan wajah ditekuk dan mulut yang bergumam tak jelas. Mencari seseorang. Khawatir dirasakannya sedari ada laporan tentang menghilangnya orang tersebut. Dan rasa khawatir itu juga dapat disembunyikannya dengan baik dibalik wajah tertekuknya.
Langkahnya terhenti saat ia mencapai koridor lantai 5 gedung sekolahnya. Lagi-lagi ia mendecak kesal “Lee Donghae! Eodiga?!!”
Koridor lantai 5 memang tidak ada apa-apanya selain 2 ruang konseling dan deretan anak tangga menuju rooftop. Berbicara tentang rooftop, gadis itu mempunyai feeling kalau namja yang dicarinya–Donghae, ada disana.
Kakinya kembali melangkah namun kali ini menaiki anak tangga menuju rooftop itu. Tangannya meraih kenop pintu dan membukanya. Dan ia menemukan sosok namja, bukan Donghae, melainkan teman sekelasnya. “Apa kau melihat Donghae, Cho Kyuhyun?”
“Donghae? I wonder where is he…” namja yang dipanggil Kyuhyun hanya menyunggingkan smirknya, membuat gadis itu menyiritkan matanya.
“Don’t joke— Hey! Ya! Ya! Let me go!” gadis itu memekik kencang, seseorang telah mengikatnya dari belakang. Gadis itu didudukkan dengan paksa disebuah kursi dan kembali diikat dan tepat dibelakangnya seorang namja dengan keadaan tak sadar juga terikat dikursi. Lee Donghae.
“Hey! You Bastard! Siapa sebenarnya kau?!”
“Falcon, that’s my famous name.” gadis itu tercenggang, kini penjahat nomor satu didunia tengah berdiri dengan membawa hawa pembunuhan dihadapanya. Dan tanpa sadarnya orang-orang disana, tingkat kesadaran Donghae mulai meningkat.
“Haha, good job my boy.” Seorang namja dengan kisaran umur 40-50 tahun muncul, memuji Falcon juga memancarkan aura penuh kebencian pada gadis itu.
Sontak saja gadis itu kembali tercenggang, walaupun terkena kilauan matahari gadis itu tetap masih bisa mengenalnya dengan baik, “Ajhussi?”
“Eeh, it’s so impressive that you remember me, Jessica. Ah, I mean, Jung Sooyeon?” Aura kebencian, seriangan penuh dendam, tampak begitu jelas dari namja itu.
“Kau… Sooyeon?” Donghae terbelalak tak percaya. Gadis yang juga terikat dibelakangnya adalah teman masa kecilnya.
Jessica kembali memekik, “What do you want?!!”
Pemikirannya—Jessica—selama ini benar bahwa yang diincar bukanlah Donghae tapi dirinya. Dan lebih mengejutkannya lagi, dalang dari semua ini adalah orang yang berstatus sebagai teman dekat ayahnya.
Berfikiran untuk melarikan diri memang ada baik dalam benak Jessica maupun Donghae. Namun disituasi sempit seperti ini bagaimana mungkin? Orang-orang bersenjata lengkap di setiap sudutnya, Falcon–alias Kyuhyun–yang tak jauh dari posisi mereka, dan seseorang dengan pistol berjenis SIG Mosquito dilengkapi peredam suara tepat di ambang satu-satunya jalan keluar. Dengan mereka semua yang siaga seperti itu, kecil kemungkinannya untuk melarikan diri.
“What I want? Aku hanya ingin keadilan dan—”
‘DAARR! DAARRR! DAARRR!
Suara tembakan yang terdengar samar-samar membuat tegang suasana. Belum lagi dengan tiga kali tembakan yang menembus pintu membuat tewas ditempatnya orang diambang pintu diikuti dengan runtuhnya pintu tersebut. Dan muncullah sekelompok orang dengan lencana Black Eyes didadanya.
“Beraninya kau!!” Namja itu terlihat murka, ia mengerahkan anak-anak buahnya untuk menyerang orang-orang Black Eyes, dan akhirnya pertarungan sengit terjadi disana.
Melihat situasi tersebut, Jessica yang terikat dikursi tanpa pikir panjang memundurkan kursinya dan mencoba melepaskan ikatan tangan Donghae. Dan itu membuat Donghae terkaget, dengan berbisik ia berkata “Jessica-ya, apa kau gila? Bagaimana kalau ketauan?”
Jessica hanya terus mencoba membuka ikatan tangan Donghae dengan tangannya yang juga terikat tanpa mengubris perkataan Donghae. Sampai akhirnya seseorang memotongnya dengan pisau lipat. Jessica menghela nafas leganya.
“Cepat pergi dari sini!” pekik seorang namja bernama Kangin. Sebagai balasannya, Jessica hanya mengangguk kemudian ia menarik tangan Donghae untuk kabur namun sebelum itu, Falcon mencegat mereka, “You two can’t go before die!”
“Dan aku tidak akan mati karna aku tidak mau!” Jessica menyerang Falcon dengan serangkaian hasil latihan karate nya. Sementara Donghae, sibuk melindungi diri dari beberapa serangan lain.
Disisi lain, terdapat Minho dan ‘Sang Dalang’ yang sedang beradu bela diri. Tak berapa lama, Minho pun berhasil menjatuhkan lawannya. Begitu pula dengan Jessica yang dapat menjatuhkan Falcon dibantu dengan Kangin dan Eunhyuk.
Tidak terima dengan kondisi berbalik seperti ini, Falcon memekik pada walkie-talkie kecil yang menempel ditelinganya, “Falcon to Phantom! Do the B plan! *Kuài! (*Cepat! [Chinese])”
“Phantom? It’s useless! Pria china bernama Henry itu sudah kami bekuk!” Minho menyeringai, “Now, atas nama Kepolisian Korea Selatan, Black Eyes serta FBI, Anda: Falcon, ditangkap atas banyak tuduhan–yang kau pasti tau itu apa. Sedangkan Anda: Jacob Park, atas tuduhan pembunuhan berencana dan mungkin akan menjadi pembunuhan serial jika anda berhasil membunuh Jessica.”
“Darimana kau tau semua itu?”
Minho menyeringai penuh kemenangan, “Tentang kejadian 10 tahun lalu aku tidak tau pasti–namun aku punya bukti kuat. Kalau tentang penyelesaian kasus ini kuncinya adalah pesan-pesanmu, music dan memori masa lalu. Dan tentang namamu…” Minho menghela nafasnya, “Hah… Aku tidak menyangka kalau itu adalah Vignére dengan kata kunci Jessica. Apa sebegitu terobsesinya kau pada nama Jessica?”
Jacob tampak menyerah, begitu juga dengan Falcon, potongan baja aluminium sudah mengikat tangannya. Tapi tidak dengan Jacob, dengan gerakan gesitnya, ia merampas pistol namja yang memeganginya, kemudian mengarahkannya pada Jessica.
‘DDAARRR!!
Letupan pistol itu membuat semuanya terkaget. Namun Jessica sama sekali tidak merasakan sakit disekujur tubuhnya, ia hanya meraskan pelukan hangat dan bisikan berupa “Gwenchanna” ditelinganya.
“Oh, Shit!” Jacob kembali memekik saat orang-orang Black Eyes membekuknya dan saat ia tau Jessica tidak terkena tembakannya.
Sementara itu, gemetar dan rasa takut Jessica menguap tatkala pelukan hangat itu mengendur dan terlepas darinya. Sedetik kemudian, tubuh yang memeluknya itupun terjatuh, tak sadarkan diri.
“LEE DONGHAE!”
***
“Apa motif mu?”
“Keadilan.”
“Tolong lebih spesifik.”
Namja dengan umur 40 tahun itu–yang sedang dimintai keterangan oleh pihak B.E dan FBI—hanya menyeringai, “Spesifik? Adakah reward nya untuk itu? Kalau—”
‘BRAAKK
“Mengapa ajhussi ingin membunuh seluruh keluargaku? Dendam? Berikan alasan yang jelas!” Seorang gadis tiba-tiba masuk–dengan membanting pintu—sebuah ruangan yang terdapat kaca tebal ditengah untuk membatasi antara sang tersangka—namja 40 tahun itu—dan Minho serta berapa pihak FBI—termasuk Sungmin dan Kangin.
“Ya, dendam.”
“Atas apa?”
“Ayahmu dan keluarga asli kami. Mungkin kau sudah dengar kalau aku dan ayahmu kembar dan—”
“Aku baru mendengarnya” ucap gadis itu memotong, “Lanjutkan.”
“Sebelumnya saya ingin bertanya, Minho-ssi, bagaimana anda tau tetang semua ini?”
“Tidak semua Park Sangchul-ssi,” Minho meregangkan otot-ototnya, mencoba untuk lebih santai, “Pertama, mengenai tempat. Saya sangat berterimakasih pada Tiffany—yang memberiku PR, juga pada Sungmin serta kaki-tanganmu, Phantom—alias Henry. JSAXII? Terkadang sandi yang terlihat sukar seperti ini tidak sesukar yang dibayangkan. Awalnya saya hanya menebak namun semuanya tampak begitu jelas saat mengingat kata sica dan porseni. Jika J adalah Judo, S adalah Sica, A adalah Anyang dan XII untuk 12. Hubungannya? Judo adalah cabang olahraga, Sica adalah Spanish untuk musik, Anyang? Tentu saja nama kota dan 12 adalah tetap. Semua itu mengarah pada pesta olahraga dan seni tahunan Anyang Highschool ke-12.”
“Selanjutnya, nama anda.” lanjutnya, “Sesuatu yang menarik dari Y.NSWUD adalah metode Vignére. Seperti yang kita tau, sandi Vignére tidak akan bisa dipecahkan tanpa keyword, dan keyword pasti berupa kata dengan jumlah huruf yang sama dengan sandi tersebut. Saya mencoba beberapa kata dalam sandi JSAXII. Judo dan Sica memiliki 4 huruf, Duabelas itu 8 huruf sementara Anyang adalah 6 huruf, sama besarnya dengan Y.NSWUD. Tapi keywordnya bukan Anyang, namun Sica.”
Orang-orang didalam ruangan itu tercenggang, dan Minho hanya menyeringai.
“So desuka*. Awalnya ini memang ganjil, tapi saya berfikir keras untuk mengetahuinya. Dan saya mendapat pencerahan saat mengingat kalimat yang ditulis dalam diary berbentuk disket milik ayah Jessica. (*Benar [Japanese])”
Jessica hanya tercenggang mendengarnya, “Ayahku?” Bahkan ia tidak pernah membaca–lebih tepatnya mengetahui—tentang diary ayahnya yang sudah meninggal.
Minho mulai berbicara kembali, “‘18 April 1995. My First Daughter was born! Hope she’ll be a beautiful music.’ seperti itu bunyinya. Mari kita analisa ini, She adalah kata ganti untuk perempuan. Lee Donghae adalah pria—tentu saja, tanggal lahirnya pun bukan 18 April 1995—jadi tidak mungkin Donghae, jadi saya berfikir mungkin anak perempuan yang dimaksud adalah orang yang dekat dengan Donghae. Karna berdasarkan Donghae pemilik disket itu adalah salau satu kerabatnya. Dan seorang perempuan yang dekat dengannya yang juga mempunyai unsur kata musik dalam namanya danlahir tanggal 18 April 1995 adalah Jessica, jadi saya menjadikannya keyword dan dari Y.NSWUD adalah P.Jacob. Karna tanda titik yang seharusnya sejajar dengan huruf e —pada Jessica—tetaplah tanda titik. Dan jika P adalah Park, kerabat Donghae yang bermarga Park hanyalah anda, Park Sangchul.”
Merasa menang, Minho menyeringai, “Sekarang, apakah anda keberatan jika saya meminta anda menceritakan apa motif anda dan juga spesifikasi tentang tragedy ‘Jung`s Family’ 10 tahun lalu di Los Angeles?”
“Huh. Membunuh untuk balas dendam adalah sebuah langkah yang sangat besar, dan saya adalah tipe orang yang selalu berfikir sebelum bertindak. 10 tahun lalu, saya datang kekediaman Jung dengan rencana besar.”
“Membunuh maksudmu?” potong Minho
“Let me first, Sir.” sergah Sangchul, “Ya, bisa disebut begitu. Sebenarnya saya tidak berniat untuk melenyapkan John malam itu, saya hanya ingin keluarganya. John telah merampas semua yang berharga bagi saya. Keluarga, harta, bahkan Cinta! Dan saya ingin dia merasakan hal yang sama.” Sangchul memekik, amarahnya tersulut.
“Sebelumnya saya akan menceritakan tentang hubungan saya dengan John. My born-name is Jacobo Johnson, and of course his born-name is Jonathan Johnson. Kami besar dipanti asuhan tanpa tau siapa orang tua kandung kami. Suatu ketika, saya mengalami kecelakaan dihari saya diadopsi dan karna itu saya harus mengalami oprasi plastik. Sejak saat itu, saya tinggal di Seoul dan saya bertemu kembali dengan John tanpa mengenalinya—saya tidak mengingat apapun tentangnya—dan kami berteman baik setelahnya bersama Lee Hong Joo—ayah Donghae, dan Choi Seunghyun. Dan disinilah semua bermulai,”
“The first cause, Love. Saat menjadi mahasiswa, saya jatuh cinta pada seorang mahasiswi bernama Kim Haneul. Saya dan Haneul sempat berpacaran beberapa bulan sampai dimalam kelulusan, dia mencampakkan saya dan dua bulan setelahnya, John menjadikannya seorang tunangan dan akhirnya mereka menikah.”
Jessica yang mendengarnya tercenggang untuk sekian kalinya, namun ia menyembunyikannya dengan baik dibalik raut wajahnya yang dingin.
“The second cause, Wealth. 12 Agustus 1997, hari dimana kami berulang tahun. Hari itu saya menyempatkan diri ke Los Angeles untuk bertemu dengan ibu pengasuh saya. Tidak ada yang aneh memang, tapi sebuah ketidak sengajaan mengantar saya menjumpai sebuah berkas warisan orang tua kandung kami yang disana hanya dituliskan nama Johnathan disana—tanpa nama saya. Dan dihari itu juga, aku ingat semua tentang saudara kembarku yang ternyata teman baikku. Saya merasa sangat tidak diingankan dan saya mulai membencinya.”
“The last cause, my beloved Family. 24 Oktober 1997, terjadi kecelakaan beruntun di Seoul. John ada disana— tentu saja! Istri dan anak saya menumpangi mobil John untuk sampai ke kantor saya, namun sebelum sampai disana, John berhenti untuk keluar membeli kue pesanan istrinya sementara istri dan anak saya. Truk dengan 12 roda menabrak mobilnya yang terparkir di trotoar yang ditumpangi anak dan istri saya—yang sedang hamil. Dan semua itu salah John! Ia meninggalkan istri dan anakku disana tanpa membantu mereka!”
Lagi-lagi Jessica tercenggang dan kali ini disertai dengan pekikan, “Kau bodoh, Ajhussi! Asal kau tau, ayahku selalu dihantui rasa bersalah sejak itu! Dan—”
‘BRRAAAKK
Bantingan pintu yang dibuat Lee Hongjoo dan Choi Seunghyun dari sisi ruang tempat Sangchul duduk. Dengan cekatan, Seunghyun menarik kerah kemeja Sangchul, “Jangan asal bicara kau hyung! Hanya orang bodoh seperti kau yang membalas dendam dengan membunuh!!”
‘BUGH . Satu tinjuan melayang tepat di wajah Sangchul. Seunghyun yang melakukannya, “Itu untuk kebodohanmu!” ‘BUGH . Satu tinjuan lagi disisi yang berbeda, “Dan itu untuk prasangka burukmu!!”
“Seunghyun-ah hajima!” Hongjoo mencoba menenangkan Seunghyun. Namun Seunghyun tetap menampar Sangchul dengan tumpukan kertas usang, “Apa yang kau bicarakan tentang John tidak benar! Baca itu!! Surat yang ditulisnya untuk menjadi ahli waris! Bahkan ia memberikan e-Jung`s dan seluruh isinya padamu!! Bukan pada anak-anaknya!”
Sangchul terlonjak kaget, kakinya lemas begitu saja.
“Dan kau bilang apa tadi? Tidak diinginkan? Jangan bodoh! Disalah satu surat itu, ada akta tanah atas namamu! Dan orang tua kandungmu yang memberikannya!!” Seunghyun mengerang, “Aku akan pastikan kau dipidana mati! Atau paling ringan, penjara seumur hidup. Selamat siang.”
“Kau pantas mendapatkan tinjuan itu, Park Sangchul-ssi” Jessica bangkit, memegang gagang pintu, berniat pergi seperti Seunghyun, sebelum Sangchul meneriaki sesuatu “Mengenai e-Jung`s, aku menyerahkannya padamu.”
“Oh, itu memang hakku. Selamat siang.”
Jessica melangkah keluar, berlari mengejar Seunghyun, “Ajhussi! Seunghyun ajhussi!”
Seunghyun berbalik, “Ada apa?”
“Ajhussi, manhi-manhi khamsahamnida. Berkat kau dan Black Eyes, semuanya terungkap. Dan untuk Park Sangchul, tolong hukum dia seberat-beratnya, dan–”
“Jessica-ya, aku tau kau membenci Sangchul hyung, tapi bukankah ia satu-satunya keluargamu? Masalah hukuman, biar hakim yang menentukan. Maafkanlah dia, dia sudah cukup mendapat pelajaran.”
“Dia bukan keluargaku. Keluarga akan melindungi anggota keluarga lain, tapi orang itu tidak. Lagipula selama ini aku mempunyai keluarga yang lebih besar.” Jessica tersenyum dengan tulus, “Kalian.”
Seunghyun pun ikut tersenyum karenanya, “Kau sudah besar, Sooyeon-ah.”
“Ah iya, aku punya sesuatu untuk mu. Tapi jangan dibuka sekarang” Seunghyun menyodorkan sebuah amplop, “Sudah waktunya kau berhenti dari dunia investigasi setelah kau mengetahui segalanya tentang orang tuamu.”
“Hey hey! Ajhussi memecatku?”
“Aku hanya ingin membantumu agar kau dapat duduk dengan tenang di kursi besar e-Jung`s”
Jessica terbelalak kaget, “Untuk apa?”
“It’s Game Over. e-Jung`s tidur selama sepuluh tahun ini sudah waktunya untuk bangkit. Walaupun nama Sangchul hyung tertulis sebagai pemilik e-Jung`s atas permintaan ayahmu, namun karna hukuman pidana yang akan dijalaninya, secara hukum, kaulah yang akan mengendalikan e-Jung`s. Dan sekarang semua terserah padamu. Hubungi aku jika kau sudah memutuskan. Annyeong, Sooyeon-ah.”
Jessica hanya tersenyum, melambaikan tangannya pada Seunghyun yang lambat-laun tak terlihat.
03.00 pm KST
Beep… Beep… Beep…
Suara seperti itu terdengar jelas disebuah ruangan serba putih dengan sebuah ranjang, sofa dan alat-alat kedokteran. Disana, terdapat seorang namja terbaring lemah dengan selang kecil dihidung dan lengannya. Disampingnya, seorang yeoja duduk dan mengelus tangannya terus-menerus, berharap namja itu bangun dan menatapnya.
Seseorang tiba-tiba masuk dan duduk disamping Jessica, “Bagaimana keadaannya, Jessica?”
“Tidak ada perubahan, Sooyoung-ah. Ah, Bagaimana denganmu? Kudengar dari Seohyun, kau tidak percaya Kyuhyun adalah Falcon?”
“Sampai detik inipun aku tidak percaya. Secara fisik Kyuhyun adalah Falcon dan Falcon adalah Kyuhyun sedangkan secara psikis Kyuhyun adalah Falcon dan Falcon bukanlah Kyuhyun. Bukankah semua ini membingungkan?”
Jessica terkikik pelan, dugaannya benar bahwa Sooyoung sedang jatuh cinta, “Berfikirlah dengan jernih. Otakmu telah terbius oleh namja itu.”
“Enak saja,” ujar Sooyoung, “Dan kau? Bagaimana denganmu? Namja ini… Bukankah kau mencintainya?”
“Aiden… Hmm, aku tidak dapat memungkirinya.” Jessica merenung, “Sooyoung-ah, aku akan keluar dari Black Eyes.” Perkataan itu sukses membuat Sooyoung yang mendengarnya terkaget, “Waeyo?”
“Aku punya banyak alasan untuk itu.” Jessica beranjak, menyodorkan sepucuk surat pada Sooyoung, “Saat Donghae mencariku, berikan ini padanya.”
“Ada apa ini?”
“Tidak ada.” Jessica mengulurkan tangannya pada Sooyoung dan Sooyoung dengan ragu menjabatnya, “Cha, dengan ini kita resmi menyampaikan salam perpisahan. Tolong sampaikan juga salam dan maafku ini untuk Black Soshi, Kyungsoo, Jonghyun dan Minho. Gomawo, Choi Sooyoung.”
Sooyoung menyiritkan matanya tanda bingung. Apa maksud dari semua ini? Perpisahan? Semua itu berputar dibenak Sooyoung. Tanpa sadarnya, Jessica sudah pergi dari hadapannya.
“Ngh, dimana aku?” gumam Donghae yang baru siuman. Sooyoung yang melihatnya hanya berkta, “Rumah sakit. Kau tertembak tadi, pelurunya menembus cardigan anti-peluru mu, tapi untung saja tidak menembus jantungmu. Dan—”
“Dimana Jessica?” Donghae memotong perkataan Sooyoung. “Pergi entah kemana, tapi ia meninggalkan surat untukmu. Cha”
Dengan cekatan dan jantung yang berdebar, Donghae membaca suratnya.
Sementara itu ditempat lain, Jessica sudah berada dalam sebuah taxi. Ditangannya sudah ada passport, visa dan sebuah amplop berlabelkan California Institute of Technology.
Jessica memandang keluar jendela, tersenyum miris. Sungguh berat meninggalkan Korea setelah apa yang dilaluinya selama 2 bulan ini. Ia mengingat-ingat surat yang dituliskannya untuk Donghae dan disaat yang sama, ia menitikkan air mata.
‘For: Aiden
Aku tidak tau harus mulai darimana tapi sebelumnya, gomawo karna telah melindungiku, memperhatikanku dan peduli padaku.
Setelah 10 tahun kita berpisah dan baru bertemu 2 bulan ini, rasanya mengatakan ini sangat kejam, tapi… aku akan pergi dan aku tidak tau kapan aku akan menemuimu lagi.
Suatu saat nanti, aku yakin kita akan bertemu lagi. Dan ketika saat itu tiba, aku yakin kita tidak akan terpisah lagi. Maka jangan cari aku untuk saat ini.
Maaf jika aku selalu merepotkanmu. Maaf jika aku selalu dingin dan acuh padamu. Maaf jika aku membohongimu.
With Love,
Jung Sooyeon
Seiring dengan berakhirnya surat itu, air mata Jessica mengalir dengan deras. Ia takut jalan yang diambilnya salah, namun disisi lain, Jessica harus melakukan apa yang ia sudah perhitungkan resikonya. Termasuk meninggalkan namja yang ia dambakan.
‘Annyeonghi, Lee Donghae’
*******
Hng, udah selesai belum ya FF nya? ‘-‘ *digebukinreader
Jangan marah dulu, masih ada kok ._.v
Lanjuut!
*******
7 Years Later…
Seorang gadis dengan sebucket bunga ditangannya, berjalan menelusuri pemakaman di salah satu distrik di Shibuya, Jepang. Ia berhenti di dua buah makam yang sangat berarti untuknya.
“Annyeong Jung-il-ah, Jungsoo-ya. Aku datang lagi”
Sudah 7 tahun terakhir sejak kematian Jungsoo, Kim Taeyeon–nama gadis itu—menetap di Jepang dan selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke kedua makam ini setiap harinya. Seperti sekarang ini, dengan senyuman tulus–namun terkesan pahit, ia menyapa 2 orang yang teramat sangat berarti untuknya yang sudah terpendam didalam sana.
Selalu begitu setiap harinya tanpa pernah bosan. Akan tetapi, setiap harinya ia juga selalu berdoa di hadapan dua makam tersebut,
‘Semoga aku dapat menemukan kebahagiaan walalu kalian telah tiada’
Los Angeles, California.
Dibelahan bumi yang berbeda namun dalam situasi yang sama, seorang gadis berjalan merunduk dengan 3 bucket lily putih ditangannya. Suasana damai menyapanya begitu ia memasuki area pemakaman. Langkahnya terhenti dihadapan tiga buah makam.
“Dad, Mom, Sis, I’m coming!”
Dengan senyuman tipis diwajahnya, ia menaruh bunga di masing-masing makam. Sampai ia membeku karena terkejut atas adanya sebuah tangan yang meletakkan bucket bunga di makam didepannya.
Perlahan gadis itu menoleh dan mendapati seorang namja dengan postur tubuh tegap disampingnya. Sontak saja, ia terkejut dan gadis itu berdiri, dengan tetap menaruh tatapan pada namja yang kini dihadapannya.
Sama kagetnya dengan gadis itu, namja itu terkejut dalam diam. Entah bagaimana harus bereaksi apa. Namun tek beberapa lama, ia mendekap gadis dihadapannya dengan erat. Menyalurkan seluruh rasa rindunya lewat dekapan yang ia buat, “Bogoshippeoseo, Jung Sooyeon”
Didalam hatinya, gadis itu sungguh bersyukur. Akhirnya, setelah 7 tahun berlalu, mereka kembali dipertemukan. Dan seakan-akan mereka bisa ber-telephaty, mereka menyalurkan perasaan masing-masing tanpa harus berucap.
‘Kau tau aku sangat menantikan ini, Donghae-ya. Aku sangat merindukanmu.’
‘Selama 7 tahun ini aku tidak bisa tidur dengan tenang, Sooyeon-ah. Dan aku pikir aku bisa tidur nyenyak malam ini karna kau kembali.’
‘Aku tidak akan pergi lagi, Aiden.’
‘Tidak akan, karna aku mencintaimu.’
***
THE END
Ah, Ugh, So The Story Has Ended With Sad-Happy Ending.
Dan Dengan Ini, Author Nyatakan, Case Closed!! *kykConanaja–“
2. Cha, Karna FF ini sudah habis, apa yang kalian inginkan dari Author untuk ditulis setelah ini?
a. Before Story ‘Black Soshi’
b. FF Baru
c. After Story ‘Black Soshi’
—
Sebelumnya, author ga nyangka bakal bisa ngeselesain ini ._.
Jujur aja, FF Black Soshi ini *menurutku* adalah FF yang paling butuh pemikiran serius dari FF yang lain ㅜ.ㅜ . Makanya kadang lama nge-post, Kelamaan nge-post juga karna faktor tugas sekolah yang numpuk ㅠ_ㅠ
Jangan lupa sertakan Kritik + Saran + Jawabannya >< Author tungu loh ^^/
*P.S:
Author mengucapkan banyak terimakasih untuk para reader yang udah setia nungguin FF ini sampe habis *terharu.
Annyeong~~! *lambailambai